saka ganbarDalam buku Saka Widya Budaya Bhakti, disebutkan bahwa tingkat loyalitas, motivasi, dedikasi, dan rasa kesetiakawanan anggota pramuka, dipandang cukup tinggi. Dengan kualitas moral dan mentalitas seperti itu, pelibatan anggota pramuka diharapkan mampu mendongkrak optimalisasi pencapaian tujuan pendidikan dan kebudayaan.

Mungkin, dengan berpegang pada rangkaian kalimat yang disusun tim pengembang model ini, Pria Gunawan, Kepala BPPAUDNI Regional II Surabaya, gigih tak kenal lelah, tak kenal menyerah, selalu berupaya menawarkan hasil pengembangan model pamong belajar yang berkualitas dan bermanfaat.

Hasil jerih payah pria berkacamata ini pun akhirnya berbuah manis. Dimana salah satu karya pamong belajar berupa pengembangan model pramuka, yang diakui keunggulannya oleh khalayak ramai, khususnya di kalangan pramuka, oleh pihak kwarda jatim dan kwarnas, keberadaan model pramuka saka widya budaya bhakti, diakui sebagai salah satu satuan karya yang ada di jajaran pramuka.

Hebatnya lagi, gara-gara keampuhan model pramuka ini mengantarkan Ibu Dirjen PAUDNI mendapat kehormatan, diangkat sebagai wakil ketua kwarnas untuk mengendalikan kegiatan kepramukaan di seluruh Indonesia, yang bersentuhan dengan upaya mencerdaskan bangsa melalui sentuhan nilai-nilai kepramukaan melalui program pendidikan nonformal (PNF).

Konon, kelahiran saka widya budaya bhakti itu dalam rangka mempercepat tuntasnya program-program PNF yang benar-benar tepat sasaran sesuai potensi lokal. Artinya, dengan melibatkan anggota pramuka yang tergabung dalam saka widya budaya bhakti, untuk menggeluti program PNF, seperti PAUD, KF, TBM, dan Pendidikan Kesetaraan, tentunya model penyelanggaraan PNF akan semakin berwarna, menarik dan bermutu, sehingga program PNF menjadi tolehan khalayak ramai. Biasanya, dari situ, dukungan dari berbagai pihak akan datang dengan sendirinya.

Ujicoba kesangkilan dan kemangkusan model pun telah dilakukan secara berulang di berbagai daerah, yang melibatkan Pembina pramuka dari kwarda jatim dan pamong belajar SKB yang menguasai kepramukaan, dalam rangka penyempurnaan model. Hasil penyempurnaan pun ditindak lanjuti dengan serangkaian diklat bagi calon pramuka saka yang berkecimpung di sektor PNF. Beberapa kali diklat diadakan untuk kemudian membentuk pangkalan saka sebagai upaya menyiapkan anak bangsa menjadi kader yang berkualitas, baik moral, spiritual, intelektual, mental emosional dan trampil sebagai bekal hidup dimasa depan yang bahagia.

Konon, disamping Pak Piu, sapaan akrap kepala Balai yang beralamat di gebang putih sepuluh itu, yang berjasa dalam mengunggulkan model pramuka saka widya budaya bhakti ke kancah nasional, maka sosok La Subu, pamong belajar SKB Gudo, Kabupaten Jombang, juga sangat berperan dalam membumikan saka ini ke dalam program PNF yang ada di SKB.

La Subu juga rajin mendorong mantan peserta diklat kepramukaan ini dengan berbagai kegiatan nyata yang langsung bersentuhan dengan sasaran program PNF, sesuai aturan main yang diamanatkan oleh model pramuka ciptaan pamong belajar BPPAUDNI Surabaya, yang mempunyai jargon “Bekerja itu ibadah, Berprestasi itu indah”.

Apalagi, di SKB tempatnya La Subu mengabdi sebagai pegawai negeri, mempunyai program pembinaan pramuka yang cukup aktif dengan kegiatan-kegiatan kebersamaan yang memupuk jiwa mandiri. Sehingga ada kesan bahwa La Subu lah yang menjadi pengendali utama pramuka saka widya budaya bhakti, dan di SKB Gudo seolah-olah menjadi pusat penumbuhan  semangat pramuka ini dengan segala kiprahnya di kelompok-kelompok belajar binaan SKB Gudo. Jika ini dibiarkan, maka lama-lama pamor tim pengembang model pramuka akan kalah dengan kesungguhan La Subu dalam menghidupkan pramuka hasil model Balai.

Mungkin, untuk menyaingi perilaku La Subu, Pak Piu menginstruksikan kepada bawahannya agar membuat semacam gugus depan pramuka yang berpangkalan di BPPAUDNI Regional II Surabaya, sehingga tim pengembang bisa mempraktekkan model buatannya yang menasional itu, sekaligus melakukan kajian dampak penyelenggaraan saka widya budaya bhakti untuk disempurnakan (jika memang ada yang perlu disempurnakan).

Disamping itu, tentu model ini pun sekaligus upaya menjawab anggapan Bu Dirjen PAUDNI yang sering kali berkata dimana-mana bahwa anggaran pengembangan model yang puluhan juta itu ternyata hanya memperkaya pamong belajar. Oalah ,teganya…teganya…teganya….. [edibasuki/humas.ipabipusat/on_line]