ndase fauzi tokDalam postingannya, Fauzi Eko Pranyono, mengatakan bahwa Balai Pengembangan Kegiatan Belajar (BPKB) akan dilikuidasi. Hal itu tampak dalam postingannya yang mengatakan bahwa Tidak semudah itu menarik BPKB ke pusat.  “Ditunggu kasunyatane wae, kami per 1 Okt 2016 tidak ada penarikan, sudah likuidasi. Kalau sudah bubar apanya yg mau ditarik?. Kami siap untuk dilikuidasi.” Tulisnya.

Pada postingan lain, pria yang wajahnya mirip Munir, aktivis kemanusiaan yang mati karena sianida itu juga mengatakan, “Wis kejadian semakin berkurang stok pengurus IPABI. Aku jadi penilik wae kalau BPKB bubar jalan, melok Kang Khoirul,”.

Lho kok?. Sungguh pernyataan pamong belajar senior dari Sleman, Jogjakarta, ini kiranya perlu dicermati dengan serius. Karena ini pernyataan dari orang  yang ‘cukup dekat’ dengan lingkaran kuasa di Jakarta. Bukan komennya pamong belajar sekelas penulis yang suka slengek’an ala kampungan yang sama sekali tidak tampak keintelekannya sebagai seorang pembelajar.

Fauzi, yang selalu berteriak tentang pentingnya SKB berubah menjadi satuan pendidikan, tiba-tiba dalam postingannya mengeluarkan komentar tentang pembubaran BPKB. Mengapa tidak ngeyel seperti biasanya dengan segudang argumentasi yang cerdas dan elegan?.

Coba perhatikan postingan Fauzi beberapa pekan yang lalu, yang sangat kental aroma optimismenya, dimana dia menulis, “Informasi yang diperoleh dari berbagai sumber tadi siang di Kemdikbud, draf Permendikbud tentang alih fungsi SKB menjadi satuan pendidikan tinggal menghitung hari untuk ditandatangani. Segera ditandatangani karena Kemdikbud tidak ingin alokasi anggaran untuk SKB alih fungsi satdik tidak terserap. Targetnya ketika rakor bidang PAUD dan Dikmas yang mengundang daerah, subtansi permendikbud tersebut sudah dapat resmi disosialisasikan. Kita tunggu saja kebenaran informasi tersebut.”

Tiba tiba, nada optimis itu sirna dengan postingan terbarunya yang berbunyi, “Lha merubah SKB alih fungsi jadi satdik, yang tidak pakai penyerahan aset dan SDM, sampai sekarang belum terbit permendikbudnya.”. ada nada getir di situ.

Ada apa dengan Fauzi?. Pamong belajar yang aktif menulis di blog ini, mungkin sudah pada titik klimaks berjuang berkarya dan berambisi dengan gagasan-gagasan besarnya, yang kemudian membentur kenyataan yang berupa kebijakan, muatan politis, tuntutan hidup, umur dan tenaga (fisik dan psikis) yang tidak bisa dibohongi, sudah kurang mendukung semangat dan mobilitasnya.

Seandainya benar BPKB dibubarkan, itu artinya karyawan yang bernama pamong belajar juga gulung tikar. Bertukar profesi menjadi entah apalah namanya nanti sesuai dimana akan bernaung. Apakah ini juga berarti Ikatan Pamong Belajar Indonesia (IPABI) akan bubar?.

Organisasi profesi yang tidak dikelola secara professional karena kurang didukung oleh tenaga profesi pamong belajar, kenyataannya memang perlu dikaji ulang keberadaannya nanti di dalam Munas 2016. Ini penting, karena IPABI tanpa Fauzi dan Yetti, akan mati suri. Sungguh ini bukan sekedar basa basi untuk kepentingan pribadi.

Buktinya, selama ini yang rajin meramaikan grup facebook dan whatsapp ipabi, siapa lagi kalau bukan Fauzi dan Yetti. Mereka berdua rajin memposting sesuatu yang informatif, inspiratif, solutif dan menyegarkan, lainnya, yang hanya beberapa gelintir, sekedar penggembira dengan sisa keberanian untuk berwacana dengan agak kritis menyuarakan data dan fakta lapangan untuk perubahan. Sementara lainnya hanya sebagai penikmat tanpa berani berkomentar cerdas, karena sibuk yang bertumpuk.

Jika prediksi Fauzi bahwa ke 21 BPKB se-Indonesia dibubarkan, itu tanda bahwa Jakarta sudah tidak punya nyali untuk mempertahankan anak buahnya yang selama ini menjadi pelaksana program kementerian di bidang pendidikan nonformal.

Padahal, Wartanto, Sesditjen Paud Dikmas, beberapa waktu di Surabaya mengatakan bahwa semua BPKB ditarik ke pusat untuk penyelamatan demi eksistensi program pendidikan nonformal menghadapi gelombang MEA, ini sejalan dengan keberadaan BPKB yang melaksanakan program secara teknis dibidang pendidikan nonformal dan informal di level provinsi.

Kalau Fauzi saja sudah pesimis, mungkin inilah saat senjakala BPKB sebagai pegiat pendidikan nonformal dengan segala prestasinya, harus mengakhiri keberadaannya menuju keabadian yang indah untuk dikenang sebagai sejarah bahwa dulu pernah ada unit pelaksana teknis yang bergerak dibidang pendidikan nonformal, namanya BPKB.

Begitu juga dengan IPABI yang pernah berjibaku dengan setitik idealismenya, mencoba berusaha memperjuangkan kesejahteraan pamong belajar melalui berbagai saluran, pun akan mengakhiri kiprahnya tanpa air mata kesedihan dari anggotanya. Andaikata apa yang dikatakan Fauzi benar terjadi, jangan lupa luangkan waktu menulis status “Rest In Peace IPABI”.*[edibasuki/humasipabi.online]