IMG-20151029-WA0017Yogyakarta (30/10/2015) Nugaan Yulia, WS dalam arahan di depan pengurus ikatan pamong belajar Indonesia (IPABI) di Hotel Crystal Lotus, Yogyakarta, mengatakan, sebagai organisasi profesi, anggota IPABI harus bersatu melakukan audiensi ke DPR maupun ke pemerintah daerah, untuk menyuarakan aspirasinya. Diantaranya, memperjuangkan rekruitmen pamong belajar baru untuk mengisi formasi di SKB. Karena banyak pejabat pemerintah daerah belum tahu tentang kelembagaan SKB berserta pamong belajar dan program pendidikan luar sekolah yang ditanganinya.

Sebuah himbauan yang seksi ini kira-kira bisakah dan maukah pamong belajar kompak bersama dibawah bendera IPABI melakukan himbauan Ibu Direktur? Mungkin, sebelum kesana, alangkah eloknya jika terlebih dahulu membangun soliditas dan solidaritas diantara pamong belajar yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia, melalui silaturahim tatap muka langsung yang mendompleng acara yang digelar direktorat, atau berkomunikasi melalui dunia maya, seperti whatsapp, grup facebook, web ipabi.org, dan lainnya. Terkait dengan ini, pastilah semua pamong belajar sudah punya perangkatnya, namun partisipasi untuk sekedar komen saja masih malu-malu tidak mau, apalagi menulis opini atau artikel yang tidak ada duitnya, jelas tidak akan pernah mau, hal ini sejalan dengan konsep time is money, no money no time.

Karena, sesungguhnyalah jumlah pamong belajar yang tidak seberapa itu sampai saat ini belumlah solid, masih memikirkan nasibnya sendiri-sendiri. Lebih rajin mengabdi kepada lembaga lain yang mau membayar mahal. Inilah diantaranya yang membuat mereka terlena, lupa akan kewajibannya mengusulkan DUPAK. Celakanya, sampai menjelang berakhirnya rezim yang diketuai Dadang Subagya, pamong belajar masih banyak yang kurang peduli terhadap keberadaan IPABI yang tertatih-tatih sendiri menyuarakan nasib pamong belajar. Sungguh memprihatinkan sekali.

Program pengadaan kartu tanda anggota (KTA) ipabi dan iuran anggota pun, belum berjalan sesuai harapan. Beberapa pengurus daerah yang peduli dan bertanggungjawab, secara kreatif telah bisa melakukan pembuatan KTA dan iuran anggota, sementara pengurus daerah lain masih menunggu sampai lupa bahwa IPABI itu masih ada.

Untuk itulah, seperti yang kata Idak Sudaksi, dengan sudah cairnya tunjangan pamong belajar yang pernah diperjuangkan oleh Fauzi dan kawan-kawan, kini waktnya berbuat sesuatu untuk memajukan dan menampakkan ipabi dengan program-program yang nyata. Diantaranya, secara berkala mengirimkan data keberadaan pamong belajar di masing-masing daerah ke pengurus pusat. Sehingga, ketika pihak direktorat perlu data, sekretaris tidak kesulitan.

Seperti sekarang ini, direktorat memerlukan data untuk bahan rapat terkait dengan surat edaran BKN tentang pasal 28 yang ‘memakan korban’ beberapa pamong belajar berupa penghentian sementara karena gagal memenuhi kewajiban naik pangkat sesuai ketentuan.

Direktorat yang menangani pamong belajar sedang berusaha melakukan negoisasi pengunduran pemberlakuan pasal 28, hasilnya masih menunggu proses rapat, tentunya sambil berdoa agar upaya Adjang dan jajarannya berbuah manis. Karena, yang ditakutkan pamong belajar terdampak itu adalah mengembalikan segala tunjangan yang tentunya cukup banyak nilainya.

Pertemuan pengurus IPABI yang belum bisa mandiri dan masih harus selalu ndompleng kegiatan direktorat ini, berharap bisa menginspirasi pamong belajar untuk mulai peduli terhadap keputusan IPABI dan mendukung upaya-upaya pengurus ipabi dalam rangka menyuarakan nasib pamong belajar, diantaranya dengan segera mengirimkan data terbaru pamong belajar, khususnya yang sudah lebih dari lima tahun belum naik pangkat dan telah menjadi korban maupun berpotensi terkena pembebasan sementara, seperti yang tertera dalam pasal 28.

Usai makan siang, kami pun berkemas pulang membawa tas baru gratisan dari panitia workshop penyegaran tim penilai angka kredit jabatan fungsional pamong belajar tahun 2015, tanggal 28 sampai 30 Oktober 2015. Tentunya diringi harapan semoga tim negoisasi yang rencananya hari rabu berkonsultasi dengan pihak terkait, berhasil menunda pemberlakuan pasal 28 sampai tahun 2018, sehingga nasib pamong belajar yang hampir menjadi korban, bisa terselamatkan. Salam satu hati.[edibasuki/humasipabi.online]